Rabu, 07 November 2012

TUGAS SOFTSKIL SISTEM INFORMASI MANAJEMEN 1

PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk.

Bisnis TPS Food melaju kencang. Sukses menjadi raja mi kering, mereka  lalu masuk ke bisnis kelapa sawit, pembangkit listrik, dan makanan olahan. Mengapa mereka harus merombak infrastruktur sistem TI-nya?

Mekar sampai tiga generasi. Itulah potret bisnis PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk. (TPS Food). Di saat banyak perusahaan kelabakan menghadapi persaingan, produsen bihun dan mi kering yang berdiri sejak 1959 ini justru kian melenggang. Mereka tidak hanya terbukti mampu bertahan hingga generasi ketiga, tetapi juga sukses merajai pasar. Mempekerjakan hampir 3.000 karyawan, TPS Food menguasai 34% pasar bihun dan mi kering nasional. Selain dua produk itu, mereka juga menyasar pasar mi instan, biskuit, dan permen. Meski nama TPS Food jarang terdengar, produk-produknya cukup dikenal. Sebut saja mi kering cap Ayam 2 Telor, Superior, Mie Kremezz, dan permen Gulas.

Kisah raja bihun dan mi kering asal Sragen, Jawa Tengah, ini adalah satu dari segelintir perusahaan keluarga yang sukses menjadi perusahaan modern. Mereka terapkan konsep manajemen modern, proses bisnis mutakhir, dan kontrol kualitas. Kini, TPS Food tengah menggelar berbagai aksi korporasi demi memantapkan masa depannya. Pada akhir tahun lalu, perseroan mengumumkan rencana mengakuisisi tiga perusahaan dalam bisnis perkebunan sawit, pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), dan pabrik pengolahan makanan. Ekspansi yang dibesut pada kuartal I-2008 ini menelan biaya Rp500 miliar, lebih besar ketimbang total nilai asetnya. 

Beberapa waktu lalu, di Solo, Jawa Tengah,  Stefanus Joko Mokoginta, dirut TPS Food, menjelaskan akuisisi ini bertujuan menciptakan sinergi usaha. Pembelian tiga perusahaan itu kelak mendongkrak kinerja perseroan. Sampai kuartal III-2007,  perseroan membukukan penjualan Rp 347 miliar dan laba bersih Rp 12,4 miliar. “Sampai akhir tahun, penjualan akan mencapai Rp 500 miliar dan laba bersih lebih dari Rp 15 miliar,” kata Joko.

TPS Food akan mengakuisisi perusahaan sawit dengan luas lahan 12.000 hektar di Kalimantan Selatan, yang memproduksi 60.000 ton CPO―sebagian akan dipakai sendiri. Adapun akuisisi pembangkit listrik bertujuan menciptakan efisiensi biaya energi dan memberikan jaminan pasokan energi. Pendanaannya diperoleh melalui penerbitan saham baru atau rights issue, ungkap Joko.

Jalan Tanpa Akhir

Manajemen perseroan mengungkapkan keberhasilan TPS Food ditopang sejumlah faktor. Selain memperbaiki kualitas produk, peningkatan kapasitas, agresivitas pemasaran, dan manajemen yang prudent, kunci sukses lainnya adalah dukungan manajemen informasi. Penerapan sistem teknologi informasi (TI) membantu mereka membaca tren pasar, membuat rencana produksi, dan efisiensi biaya. Selain itu, aplikasi TI mempermudah dalam melakukan analisis dan mengontrol kinerja produksi di semua pabriknya.

Saat ini perseroan mengoperasikan tiga pabrik yang lokasinya terpisah-pisah di Sragen. Sementara itu, kantor pusatnya di Jakarta, sekitar 650 kilometer dari lokasi pabriknya. Mereka membutuhkan sinergi informasi untuk mengoordinasi seluruh aktivitas usahanya, mulai dari pengadaan, produksi, inventori, pemasaran, sampai distribusi. Aktivitas ini sangat kompleks mengingat produk, bahan baku, dan segmen pasarnya beragam.

Para eksekutif TPS Food sadar daya saing usaha sangat ditentukan oleh kualitas produk dan proses bisnisnya. Nah, menciptakan proses bisnis yang efisien, fleksibel, dan cepat menyesuaikan diri dengan perubahan pasar menjadi hal yang penting. Agar proses ini berjalan mulus, mereka tak mau setengah hati dalam berinvestasi TI. Mereka paham bahwa di era sekarang, selain modal, mesin, dan manusia, penguasaan informasi menjadi penentu daya saing. Ini diakui Budhi Istanto, wakil dirut TPS Food. Menurut dia, makin kompleks dan rumit sebuah bisnis, maka sistem manajemen informasi yang bermutu menjadi tuntutan. “Jika bisnis makin kompleks, muncul keharusan untuk memiliki infrastruktur sistem TI,” kata Budhi, optimistis.

Budhi mengungkapkan dari tahun ke tahun penjualan perusahaan kian membaik. Namun, ia belum bisa memastikan apakah itu dampak dari investasi sistem TI. Hanya, ia mengakui, dari sisi efisiensi, pengaruhnya sangat signifikan. “Keuntungan terbesar adalah stok produk di gudang tak pernah berlebihan atau kekurangan,” ujarnya.

Direktur Keuangan TPS Food, Yulianni Liyuwardi, memaparkan saat ini mereka memiliki jaringan yang online dan real-time antara pabrik dan kantor pusat. Infrastruktur komunikasi ini memudahkan manajemen puncak memantau dan mengontrol kinerja pabrik-pabriknya. “Keuntungan terbesar adalah meningkatkan kontrol bisnis. Dengan lingkup usaha sebesar ini, peran TI dalam pengolahan database sangat penting,” ujarnya.

Selain itu, TPS Food menerapkan sistem Enterprise Resources Planning (ERP) dengan sejumlah modul penting yang menjangkau nyaris semua aktivitas usaha. Semua aktivitas transaksi mulai dari proses pengadaan, produksi, keuangan, inventori, hingga distribusi diolah dan direncanakan melalui perangkat lunak ini.

Seperti perusahaan pengolahan makanan lainnya, salah satu tantangan dalam proses produksi adalah keterbatasan umur bahan baku dan produk jadi. Produk makanan, seperti mi, memiliki umur yang relatif pendek. Mereka harus secara teliti memperhatikan hal ini mengingat  sedikit saja kesalahan akan berdampak serius bagi pelanggan maupun perusahaan. Proses kontrol kualitasnya benar-benar harus terjaga, mulai dari proses pengadaan, penyimpanan, produksi, hingga pemasarannya.

Sistem integrasi bermanfaat agar perusahaan terhindar dari risiko-risiko kerusakan yang bisa menimbulkan kerugian. Peranti ini mempermudah proses perencanaan dan produksi. Sebagai contoh, begitu mendapat order, mereka bisa memasukkannya ke dalam sistem. Selanjutnya, sistem ini akan menghitung dan membuat perencanaan secara otomatis berdasarkan jumlah bahan baku, ketersediaan barang, status pemesanan, dan kapasitas produksi yang tersisa. Sistem secara otomatis akan memerintahkan untuk melakukan pengiriman order apabila stok produk sudah tersedia.

Pihak TPS Food berhasil membuktikan bahwa penggunaan sistem terintegrasi membantu mereka mengelola semua aktivitas usaha. Salah satu yang terpenting, yakni menjaga tingkat stok. Melalui perencanaan yang baik, mereka mampu menghindari risiko over atau under stok, baik bahan baku maupun produk jadi. Ini tentu sangat membantu pengelolaan arus kas dan menghindari risiko uang mati di inventori.

Iwan Budiarto, konsultan senior ERP logistik PT SCS Agit, perusahaan implementor sistem TI, menilai pengelolaan inventori di industri makanan sangat kritikal. Pasalnya, baik bahan baku maupun produk jadi memiliki umur yang terbatas. Ini menuntut perusahaan menerapkan prinsip First In First Out (FIFO) untuk menghindari risiko kedaluwarsa. Nah, di ERP ada modul forecasting dan material requirement planning (MRP). “Modul ini berguna untuk mengontrol tingkat inventori yang diinginkan,” ujarnya.

Iwan mengakui, dalam bisnis manufaktur, aktivitas perencanaan produksi menjadi sangat penting. Penggunaan ERP, lanjut dia, akan mempercepat manajemen TPS Food membuat perencanaan, atau melakukan penyesuaian rencana produksi apabila terjadi perubahan tingkat order. Hal ini dimungkinkan lantaran ERP mampu melakukan penghitungan secara otomatis berdasarkan formula yang didesain dengan mempertimbangkan seluruh aspek produksi.

Menurut Iwan, perusahaan makanan sebaiknya punya prioritas untuk menerapkan sistem traceability. Peranti ini berguna untuk melacak produk, terutama terkait keamanan makanan dan manajemen mutu. Jadi, ketika ada produk yang kedaluwarsa, rusak, atau menimbulkan keracunan, perseroan bisa dengan cepat melacak asal usul produk, tanggal pembuatan, hingga pemasok bahan bakunya.

Ganti Sistem

 Seiring rencana untuk melakukan ekspansi, manajemen sadar peranti mereka saat ini kurang memadai. Maka, awal 2008 mereka berencana mengganti sistem ERP-nya dengan yang lebih canggih dari salah satu pemasok perangkat lunak korporat terbesar di dunia. Alasannya ada beberapa. Pertama, seiring rencana ekspansi, mereka membutuhkan solusi ERP yang lebih kompleks guna mengintegrasikan seluruh lini usaha perseroan dengan pengelolaan database yang jauh lebih besar. Kedua, TPS Food bermaksud menyeragamkan sistem aplikasi pelaporan yang melibatkan 60 distributor utama mereka. Mulai dibesut paro 2007, saat ini mereka baru berhasil menerapkannya di sembilan distributor. Nah, mengingat jumlah distributor begitu banyak, mereka membutuhkan sistem ERP yang lebih canggih untuk mengolah seluruh informasi dan laporan.

Langkah penyeragaman ini, tutur Yulianni, akan memudahkan perseroan mengelola lalu lintas data dengan distributor. Kesamaan sistem memungkinkan kedua belah pihak mengetahui dan memantau kinerja operasional masing-masing. TPS Food bisa tahu lebih cepat status penjualan produknya di distributor. Di lain pihak, distributor dapat dengan cepat mengetahui status order dan produksi di TPS Food. Lewat cara ini, keduanya dapat menyelaraskan bisnisnya dan membuat perencanaan lebih baik. “Keuntungannya, kami bisa update kinerja mereka, baik dari sisi inventori maupun profitabilitas, termasuk data pemasaran,” kata Yulianni. Begitulah kuda-kuda raja bihun dan mi kering ini dalam menjaga dominasinya di Indonesia.

KESIMPULAN
Manajemen perseroan mengungkapkan keberhasilan TPS Food ditopang sejumlah faktor. Selain memperbaiki kualitas produk, peningkatan kapasitas, agresivitas pemasaran, dan manajemen yang prudent, kunci sukses lainnya adalah dukungan manajemen informasi. “Keuntungan terbesar adalah meningkatkan kontrol bisnis. Dengan lingkup usaha sebesar ini, peran TI dalam pengolahan database sangat penting,”.

http://www.wartaekonomi.com/detail.asp?aid=10120&cid=24
http://www.tigapilar.com/news/view/108/3

Tidak ada komentar:

Posting Komentar